Kasih

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan berbincang dengan mentor saya di sebuah cafe yang terletak di bilangan Pasir Kaliki. Waktu pertemuan yang sangat berharga untuk saya, karena beliau cukup sibuk dengan berbagai kegiatan. Mungkin sudah sekitar 2 bulan saya menunggu sampai beliau ada waktu untuk berbincang-bincang.

Kami berbicara banyak hal. Dalam 2 bulan banyak kejadian yang saya alami, saya ingin pandangan lain dalam beberapa sikap maupun keputusan yang saya ambil. Salah satu topik yang cukup menarik dalam diskusi kami adalah kasih.

Background kepercayaan/agama saya adalah Kristen. Dalam agama Kristen salah satu poin yang ditekankan adalah kasih. Diceritakan bahwa kasih sangat kuat dalam kehidupan jemaat mula-mula, dimana mereka banyak menghabiskan waktu bersama, bahkan saling menolong ketika ada jemaat yang mengalami kesulitan.

Belakangan perihal idealisme kasih memenuhi pikiran saya. Kasih identik dengan investasi salah satu nya waktu. Saya mengasihi keluarga saya… berapa banyak waktu yang saya luangkan untuk mereka? Saya mengasihi teman saya… berapa sering saya hangout dengan mereka? Saya mengasihi si X, tapi masa ngobrol hanya di gereja saja? Kasih seharusnya tanpa pamrih. Saya mengasihi si Y, tapi si Y bekerja dengan baik di kantor saya.

Mentor saya memberikan pandangan yang lain. Beliau memiliki sejumlah peran: ayah, suami, anak, manajer di kantor, pendeta, sahabat, mentor. Untuk memberikan porsi yang sama pada setiap peran akan membutuhkan waktu lebih dari 24 jam sehari. So… kita harus memiliki prioritas. Prioritas kita akan identik dengan waktu yang kita berikan berkaitan dengan peran tersebut. Prioritas beliau saat ini adalah sebagai ayah dan suami, jadi setiap kali ada waktu luang, beliau akan pulang ke rumah untuk bertemu dengan istri dan anak. Mentor saya tetap mengasihi sahabat-sahabat nya, tapi waktu yang dialokasikan berbeda karena masing-masing memiliki kesibukan sendiri.

Mengasihi di kantor dengan “pamrih” adalah hal yang wajar. Dalam dunia kerja berlaku prinsip reward and punishment. Prinsip kasih diterapkan ketika si Y tidak perform di kantor, tapi kita tidak serta merta lo-gue-end. Punishment tetap ada tapi tidak mengakhiri hubungan. Prinsip kasih diterapkan ketika kita ingin berelasi dengan si Y bukan hanya karena pekerjaan, tapi karena kita peduli.

Kesimpulannya… kasih diterapkan dengan menggunakan prioritas. Kasih juga bisa diterapkan di tempat kerja.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *